Pengertian Materialitas
Pernyataan
FASB no. 2 mendefinisikan materialitas sebagai jumlah atau besarnya kekeliruan
atau salah saji dalam informasi akuntansi yang dalam kaitannya dengan kondisi
yang bersangkutan, mungkin membuat pertimbangan pengambilan keputusan pihak
yang berkepentingan berubah atau terpengaruh oleh salah saji tersebut.
Langkah-langkah menentukan
materialitas:
1. Menentukan
pertimbangan awal mengenai materialitas
2. Mengalokasikan
pertimbangan awal mengenai struktur kedalam segmen
3. Estimasikan
total salah saji dalam segmen
4. Estimasikan
salah saji gabungan
5. Bandingkan
estimasi gabungan dengan pertimbangan awal mengenai materialitas
Pedoman Materialitas
FASB
dan AICPA belum bersedia menerbitkan
pedoman materialitas, sehingga dalam hal ini setiap KAP mempunyai pedoman
tersendiri.
Ilustrasi Pedoman Materialitas
Kantor Akuntan Publik Hara, Saptoto & Rekan
PERNYATAAN KEBIJAKAN
No. 31 IC
Perihal : Pedoman Materialitas
Pertimbangan
profesional harus selalu digunakan dalam penetapan dan penerapan materialitas.
Sebagai pedoman umum, kebijakan berikut ini dapat diterapkan:
1. Gabungan total salah saji dalam laporan
keuangan yang melebihi 10% biasanya dianggap materialitas. Kombinasi total
salah saji dibawah 5% dianggap tidak materialitas jika tidak ada faktor
kualitatif. Salah saji atau ketidakberesan antara 5%-10% memerlukan perhatian
khusus dalam pertimbangan profesional untuk menentukan materialitasnya.
2. Angka
antara 5% - 10% harus diukur dalam hubungannya dengan dasar yang digunakan.
Seringkali, terdapat lebih dari satu dasar dimana kekeliruan harus
dibandingkan. Pedoman dibawah ini direkomendasikan dalam penetapan dasar yang
pantas:
a.
Laporan Laba
Rugi.
Gabungan kekeliruan dalam laporan laba rugi biasanya diukur diantara 5% - 10%
dari laba operasi sebelum pajak. Penetapan angka 5% - 10% ini dimungkinkan
kurang atau kecil dari biasanya. Jika laba operasi tahun yang bersangkutan
dianggap tidak representatif, harus dicari ukuran lain sebagai dasarnya.
Contoh, laba operasi rata-rata selama 3 tahun dapat dipakai sebagai dasar.
b.
Neraca.
Gabungan kekeliruan dalam laporan neraca harus dievaluasi untuk aktiva lancar,
utang lancar, dan total aktiva. Untuk aktiva lancar maupun utang lancar,
pedoman materialitasnya adalah 5% - 10%, sedangkan untuk total aktiva antara 3%
- 6%, dengan penerapan yang sama seperti pada laporan laba rugi.
3. Faktor-faktor
kualitatif harus diperhatikan dengan teliti dalam audit. Dalam banyak kasus,
faktor-faktor tersebut lebih penting dari pedoman untuk neraca dan laba rugi
diatas. Penggunaan laporan keuangan yang bersangkutan dan sifat dari informasi
yang dikandungnya harus dievaluasi dengan seksama.
Tingkat Materialitas:
1. Materialitas pada tingkat saldo
akun
Auditor
melakukan pengujian pada saldo akun untuk mendapatkan kesimpulan
menyeluruh mengenai kewajaran laporan keuangan. Salah saji minimal yang dapat
muncul dalam saldo akun merupakan salah saji yang dapat ditoleransi (tolerable
misstatement ).
Alasan: Laporan
keuangan terdiri dari akun-akun.
2. Materialitas pada tingkat laporan
keuangan
Salah saji minimal secara keseluruhan
dalam laporan keuangan, yang merupakan salah saji material yang dapat
dipertimbangkan.
Alasan: Pendapat
kewajaran laporan keuangan oleh auditor adalah meliputi laporan keuangan secara
keseluruhan.
Contoh Materialitas
pada Tingkat Laporan Keuangan:
•
Salah
saji aktiva sebesar Rp.700 juta
•
Tingkat materialitas total aktiva 1% x
Rp.100 M = Rp.1 M.
•
Pendapat auditor:
Salah saji Rp.700 juta < tingkat materialitas Rp.1 M
Total aktiva WAJAR.
Risiko Audit
Tingkat ketidakpastian tertentu
dalam pelaksanaan audit.
Macam-Macam Risiko Audit
1.
Risiko
audit pada
tingkat laporan keuangan
Risiko yang terjadi - dalam hal auditor tanpa disadari
tidak memodifikasi pendapatnya - atas suatu laporan keuangan yang
mengandung
salah saji material.
2.
Risiko audit pada tingkat saldo akun
Risiko
audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang
dicantumkan dalam laporan keuangan.
Unsur Risiko
1.
Risiko Bawaan (Inherent Risk)
Penetapan auditor akan kemungkinan adanya
salah saji dalam segmen audit yang melewati batas toleransi, sebelum
memperhitungkan faktor efektifitas pengendalian intern.
Misalnya:
Kas lebih mudah dimanipulasi daripada
persediaan. Berarti kas
mempunyai risiko bawaan yang lebih besar daripada
persediaan.
2.
Risiko Pengendalian (Control Risk)
Ukuran penetapan auditor akan kemungkinan
adanya salah saji dalam segmen audit yang melewati batas toleransi, yang tak
terdeteksi atau tercegah oleh struktur pengendalian intern (SPI) klien.
Semakin efektif SPI
klien akan semakin rendah risiko pengendaliannya
3.
Risiko Deteksi (Detection Risk)
Risiko bahwa bahan bukti yang dikumpulkan
dalam segmen gagal menemukan salah saji yang melewati jumlah yang dapat
ditoleransi.
Semakin efektif
prosedur audit, semakin kecil risiko audit.
Hubungan Risiko, Materialitas dan
Bukti Audit
1.
Jika auditor mempertahankan risiko audit
konstan dan tingkat materialitas dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti
audit yang dikumpulkan.
2.
Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas
konstan dan mengurangi jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit
menjadi meningkat.
3.
Jika auditor menginginkan untuk
mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh salah satu dari 3 cara berikut:
a. menambah
tingkat materialitas, sementara itu mempertahakan jumlah bukti audit yang
dikumpulkan,
b. menambah
jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat materialitas tetap
dipertahankan, dan
c. Menambah
sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat materialitas secara
bersama-sama.