Senin, 12 Januari 2015

Materialitas dan Risiko


Pengertian Materialitas
Pernyataan FASB no. 2 mendefinisikan materialitas sebagai jumlah atau besarnya kekeliruan atau salah saji dalam informasi akuntansi yang dalam kaitannya dengan kondisi yang bersangkutan, mungkin membuat pertimbangan pengambilan keputusan pihak yang berkepentingan berubah atau terpengaruh oleh salah saji tersebut. 

Langkah-langkah menentukan materialitas:
1.      Menentukan pertimbangan awal mengenai materialitas
2.      Mengalokasikan pertimbangan awal mengenai struktur kedalam segmen
3.      Estimasikan total salah saji dalam segmen
4.      Estimasikan salah saji gabungan
5.      Bandingkan estimasi gabungan dengan pertimbangan awal mengenai materialitas

Pedoman Materialitas
FASB dan AICPA  belum bersedia menerbitkan pedoman materialitas, sehingga dalam hal ini setiap KAP mempunyai pedoman tersendiri.  

Ilustrasi Pedoman Materialitas
Kantor Akuntan Publik Hara, Saptoto & Rekan
PERNYATAAN KEBIJAKAN
No. 31 IC
Perihal : Pedoman Materialitas
Pertimbangan profesional harus selalu digunakan dalam penetapan dan penerapan materialitas. Sebagai pedoman umum, kebijakan berikut ini dapat diterapkan:
1.       Gabungan total salah saji dalam laporan keuangan yang melebihi 10% biasanya dianggap materialitas. Kombinasi total salah saji dibawah 5% dianggap tidak materialitas jika tidak ada faktor kualitatif. Salah saji atau ketidakberesan antara 5%-10% memerlukan perhatian khusus dalam pertimbangan profesional untuk menentukan materialitasnya.
2.      Angka antara 5% - 10% harus diukur dalam hubungannya dengan dasar yang digunakan. Seringkali, terdapat lebih dari satu dasar dimana kekeliruan harus dibandingkan. Pedoman dibawah ini direkomendasikan dalam penetapan dasar yang pantas:
a.       Laporan Laba Rugi. Gabungan kekeliruan dalam laporan laba rugi biasanya diukur diantara 5% - 10% dari laba operasi sebelum pajak. Penetapan angka 5% - 10% ini dimungkinkan kurang atau kecil dari biasanya. Jika laba operasi tahun yang bersangkutan dianggap tidak representatif, harus dicari ukuran lain sebagai dasarnya. Contoh, laba operasi rata-rata selama 3 tahun dapat dipakai sebagai dasar.
b.      Neraca. Gabungan kekeliruan dalam laporan neraca harus dievaluasi untuk aktiva lancar, utang lancar, dan total aktiva. Untuk aktiva lancar maupun utang lancar, pedoman materialitasnya adalah 5% - 10%, sedangkan untuk total aktiva antara 3% - 6%, dengan penerapan yang sama seperti pada laporan laba rugi.
3.      Faktor-faktor kualitatif harus diperhatikan dengan teliti dalam audit. Dalam banyak kasus, faktor-faktor tersebut lebih penting dari pedoman untuk neraca dan laba rugi diatas. Penggunaan laporan keuangan yang bersangkutan dan sifat dari informasi yang dikandungnya harus dievaluasi dengan seksama.

Tingkat Materialitas:
1.      Materialitas pada tingkat saldo akun
      Auditor melakukan pengujian pada saldo akun untuk mendapatkan kesimpulan menyeluruh mengenai kewajaran laporan keuangan. Salah saji minimal yang dapat muncul dalam saldo akun merupakan salah saji yang dapat ditoleransi (tolerable misstatement ).
Alasan: Laporan keuangan terdiri dari akun-akun.
2.      Materialitas pada tingkat laporan keuangan
      Salah saji minimal secara keseluruhan dalam laporan keuangan, yang merupakan salah saji material yang dapat dipertimbangkan.
Alasan: Pendapat kewajaran laporan keuangan oleh auditor adalah meliputi laporan keuangan secara keseluruhan.
Contoh Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan:
         Salah saji aktiva sebesar Rp.700 juta
         Tingkat materialitas total aktiva 1% x Rp.100 M = Rp.1 M.
         Pendapat auditor:
Salah saji Rp.700 juta < tingkat materialitas Rp.1 M
Total aktiva WAJAR.

Risiko Audit
Tingkat ketidakpastian tertentu dalam pelaksanaan audit.
Macam-Macam Risiko Audit
1.      Risiko audit pada tingkat laporan keuangan
      Risiko yang terjadi - dalam hal auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya - atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
2.      Risiko audit pada tingkat saldo akun
      Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang dicantumkan dalam laporan keuangan.

Unsur Risiko
1.      Risiko Bawaan (Inherent Risk)
      Penetapan auditor akan kemungkinan adanya salah saji dalam segmen audit yang melewati batas toleransi, sebelum memperhitungkan faktor efektifitas pengendalian intern.
      Misalnya:
      Kas lebih mudah dimanipulasi daripada persediaan. Berarti kas mempunyai risiko bawaan yang lebih besar daripada persediaan.
2.      Risiko Pengendalian (Control Risk)
      Ukuran penetapan auditor akan kemungkinan adanya salah saji dalam segmen audit yang melewati batas toleransi, yang tak terdeteksi atau tercegah oleh struktur pengendalian intern (SPI) klien.
Semakin efektif SPI klien akan semakin rendah risiko pengendaliannya
3.      Risiko Deteksi (Detection Risk)
      Risiko bahwa bahan bukti yang dikumpulkan dalam segmen gagal menemukan salah saji yang melewati jumlah yang dapat ditoleransi.
Semakin efektif prosedur audit, semakin kecil risiko audit.

Hubungan Risiko, Materialitas dan Bukti Audit
1.      Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan.
2.      Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.
3.      Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh salah satu dari 3 cara berikut:
a.       menambah tingkat materialitas, sementara itu mempertahakan jumlah bukti audit yang dikumpulkan,
b.      menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat materialitas tetap dipertahankan, dan
c.       Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat materialitas secara bersama-sama.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar